Serat Wedhatama merupakan salah satu wujud buku berbahasa Jawa kuna yang terkenal. Hampir setiap seniman dan budayawan Jawa pernah mengutip kata kalimat dari Serat Wedhatama ini. Seperti almarhum Gombloh yang pernah mengutip Sapantuk wahyuning Allah, Gya dumilah mangulah ilmu bangkit dalam lagunya gebyar-gebyar.
Serat Wedhatama merupakan karya atau karangan KGPAA Sri Mangkunegara IV pada tahun 1850an. Serat Wedhatama ditulis dalam wujud tembang macapat yang berjumlah 100 pada atau bait. Jumlah 100 bait itu dibagi menjadi 5 Pupuh atau bagian.
Kelima Pupuh itu yakni Pupuh Pangkur,
Sinom, Pocung, Gambuh dan Kinanthi. Pupuh Pangkur punya 14 pada, Pupuh Sinom
punya 18 pada, Pupuh Pocung punya 15 pada, Pupuh Gambuh punya 35 pada dan Pupuh
Kinanthi punya 18 pada.
Membicarakan tembang, baik tembang pangkur dan tembang yang lainnya, kita tidak bisa lepas dari yang namanya Paugeran Tembang. Apa itu paugeran tembang? Paugeran adalah patokan atau tata cara baku yang tidak boleh dirubah pada saat menulis tembang. Patokan utama tersebut ada tiga yakni guru lagu, guru wilangan dan guru gatra. Masing-masing tembang mempunyai peraturan yang berbeda.
Pengertian guru lagu, guru wilangan dan guru gatra.
1. Guru Gatra atau bisa disebut dengan Gatra, baris yaitu jumlah larik atau baris dalam 1 buah bait atau pada. Guru gatra tembang pangkur berjumlah 7 baris.
2. Guru lagu yaitu suara vokal terakhir dalam akhir baris tembang. Dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan persajakan atau Irama. Bedanya, guru lagu hanya diambil suara vokalnya saja.
Contoh
Angkara mempunyai guru lagu A
Siwi mempunyai guru lagu I
Kidung mempunyai guru lagu U
Sinukarta mempunyai guru lagu A
3. Guru Wilangan yakni Jumlah suku kata dalam satu baris.
Contoh
Ming/kar/ming/kur/ing/Ang/ka/ra/ ----- > 8 guru wilangan.
A/ka/ra/na/ ka/ra/nan/ mar/di/ si/wi ----- > 11 guru wilangan
Si/na/wung/ res/mi/ning/ki/dung ----- > 8 guru wilangan
Si/nu/ba/ si/nu/kar/ta ----- > 7 guru wilangan
Mrih/ kre/tar/ta/ pa/kar/ti/ning/ ngel/mu/ lu/hung ----- > 12 guru wilangan
Kang/ tum/rap/ neng/ ta/nah/ Ja/wa ----- > 8 guru wilangan
A/ga/ma/ a/ge/ming/ a/ji ----- > 8 guru wilangan
Untuk memenuhi paugeran dari tembang macapat tersebut, kadang seorang akan mengalami kesulitan. dalam pemilihan dan penataan tembung. Oleh karenanya, bisa digunakan widya basa tentang tata cara pembentukan kata untuk pemenuhan paugeran tersebut.
Widya Basa
Dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan ilmu bahasa. Dalam menulis tembang, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, terutama mengenai diksi Bahasa Jawa (tembung yang dipilih). Kata-kata tersebut bisa berupa atau Tembung Lingga (kata asli) atau kata turunan (Tembung Andhahan). Tembung lingga adalah kata dasar, yakni tembung asli yang tidak mendapat imbuhan atau perubahan. Sedangkan Tembung Andhahan adalah lawan dari kata dasar yakni adalah kata yang mendapatkan ater-ater penambang seselan dan Tembung garba atau mengalami perubahan seperti pengulangan.
Ater-ater
Ater-ater merupakan imbuhan berupa huruf atau suku kata yang berada di depan kata dasar. Jenis ater-ater ada tiga macam, yaitu:
Ø ater-ater anuswara (n, m, ny, ng). Ater-ater ini punya fungsi merubah kata kata benda menjadi kata kerja.
Contoh:
Widya Basa
Dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan ilmu bahasa. Dalam menulis tembang, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, terutama mengenai diksi Bahasa Jawa (tembung yang dipilih). Kata-kata tersebut bisa berupa atau Tembung Lingga (kata asli) atau kata turunan (Tembung Andhahan). Tembung lingga adalah kata dasar, yakni tembung asli yang tidak mendapat imbuhan atau perubahan. Sedangkan Tembung Andhahan adalah lawan dari kata dasar yakni adalah kata yang mendapatkan ater-ater penambang seselan dan Tembung garba atau mengalami perubahan seperti pengulangan.
Ater-ater
Ater-ater merupakan imbuhan berupa huruf atau suku kata yang berada di depan kata dasar. Jenis ater-ater ada tiga macam, yaitu:
Ø ater-ater anuswara (n, m, ny, ng). Ater-ater ini punya fungsi merubah kata kata benda menjadi kata kerja.
Contoh:
ny + sapu menjadi nyapun + tulis menjadi nulisng + langi menjadi nglangi
Ø Ater-ater tripurusa ( dak, ko, di ). Ater-ater tripurusa mempunyai fungsi sebagai kata ganti aku (dak) kamu (ko) dia (di). Dalam beberapa dialeg kedaerahan, ater-ater tripurusa berubah sesuai kaidah bahasa lokal masing-masing seperti dak menjadi tak, ko menjadi mbok. Untuk ater-ater di, belum ditemukan perubahan.
Contoh:
Contoh:
dak+tulis menjadi daktulistak+tulis menjadi taktulis
ko+pangan menjadi kopangan
mbok+pangan menjadi mbokpangan
di+pancing menjadi dipancing
di+pancing menjadi dipancing
Ø Ater-ater lain seperti sa, pa, pi, ka, kuma, kami, a, ma, dan lain sebagainya. contoh:
satus -->> sa + atuspanulis -->> pa + nulispituduh -->> pi + tuduhkapidek -->> ka + pidekkumawani -->> kuma + wanikamitenggeng -->> kami + tenggengamasah -->> a + masahmanepi -->> ma + nepi
Panambang
Panambang yaitu imbuhan berupa huruf atau suku kata yang berada dalam akhir tembung lingga. Jenis panambang ada banyak, diantaranya adalah –a, -ke, -an, -e, -pun.
contoh:
mulih+a menjadi muliha
gawa+an menjadi gawan ----- > termasuk dalam tembung garba.
dhuwit+e menjadi dhuwite
Seselan
Seselan atau sisipan. Seselan di dalam bahasa Jawa hanya ada dua yaitu -in- dan -um-. Letak seselan biasanya berada setelah suku kata pertama dalam kata dasar. Untuk mengetahui kata mendapat seselan atau tidak Kita harus tahu apa kata dasar dari kata tersebut. Contoh:
tinulis == > in + tulis.
tinimbang == > in + timBang.
sinuksmaya == > in + suksmaya
tumrap == > um + trap
tumiba == > um + tiba
tumungkul == > um + tungkul
Seselan atau sisipan. Seselan di dalam bahasa Jawa hanya ada dua yaitu -in- dan -um-. Letak seselan biasanya berada setelah suku kata pertama dalam kata dasar. Untuk mengetahui kata mendapat seselan atau tidak Kita harus tahu apa kata dasar dari kata tersebut. Contoh:
tinulis == > in + tulis.
tinimbang == > in + timBang.
sinuksmaya == > in + suksmaya
tumrap == > um + trap
tumiba == > um + tiba
tumungkul == > um + tungkul
Tembung Garba
Tembung garba. Secara gampang tembung garba bisa dipahami sebagai pelesapan 2 buah huruf vokal menjadi satu atau menyatunya dua huruf vokal. Pelesapan ini bisa terjadi antara 2 buah kata atau kata dengan imbuhan ater-ater maupun panambang. Tembung Garba punya rumus sebagai berikut.
Tembung garba. Secara gampang tembung garba bisa dipahami sebagai pelesapan 2 buah huruf vokal menjadi satu atau menyatunya dua huruf vokal. Pelesapan ini bisa terjadi antara 2 buah kata atau kata dengan imbuhan ater-ater maupun panambang. Tembung Garba punya rumus sebagai berikut.
a + a menjadi aa + i menjadi eu + a menjadi o
Contoh
jiwa + angga menjadi jiwanggapa + temu + an menjadi patemonka + ider + an menjadi kederan.
Tembung Dwilingga atau Kata Ulang (Reduplikasi)
Tembung dwilingga merupakan kata yang diulang baik secara keseluruhan maupun sebagian saja. Maksudnya adalah kata tersebut mengalami pengulangan secara utuh seperti mlaku-mlaku, nyanyi-nyanyi atau hanya sebagian saja seperti tetembungan. Dalam bahasa jawa kata ulang atau tembung dwilingga dibagi menjadi 5.
1. Dwilingga padha swara yaitu kata ulang yang diulang secara keseluruhan dan tidak mengalami perubahan sama sekali baik dari vokal maupun konsonan.
contoh: lagu-lagu, nyanyi-nyanyi.
2. Dwilingga salin swara yaitu pengulangan kata yang mana mengalami perubahan baik secara konsonan ataupun vokal.
contoh: mrana-mrene, tura-turu
3. Dwilingga semu. Sebenarnya dwilingga semu merupakan satu kata utuh atau pengulangan kata yang mana jika satu dari kata tersebut hilang tidak memiliki arti sama sekali.
contoh:
a) ondhe-ondhe. Jika kata ondhe dihilangkan maka kata ondhe tidak memiliki arti
b) riwa-riwi. Jika kata riwi atau kata riwa, dihilangkan maka kata tersebut tidak memiliki arti.
4. Dwiwasana. Sesuai namanya dwiwasana berarti dwi itu dua dan wasana itu akhir. maksudnya adalah pengulangan suku kata terakhir.
contoh:
a) bluluk (kelapa yang jatuh karena dimakan tupai) yang berasal dari kata bluk
b) cengenges dari kata cenges
c) cekakak dari kata cekak
5. Dwipurwa atau pengulangan suku kata pertama dari tembung lingga nya atau kata dasar.
contoh: gegurit dari kata gurit, lelembut dari kata lembut dan lain sebagainya. Jika kita amati pengulangan tersebut menggunakan vokal e, itu merupakan salah satu ciri tembung dwipurwa.
Purwakanthi
Selain menggunakan imbuhan (ater-ater, seselan, panambang), tembung garba dan tembung dwilingga, agar lebih indah tembang macapat juga menggunakan purwakanthi. Menurut bausastra, purwakanthi merupakan kata-kata yang mempunyai vokal atau huruf sama. Maksud dari purwakanthi itu adalah pengulangan baik pengulangan konsonan vokal maupun huruf agar tembang macapat lebih indah untuk dibaca atau diperdengarkan.
Ada 3 macam purwakanthi yaitu purwakanthi swara, purwakanthi sastra dan purwakanthi lumaksita (bahasa).
a) Purwakanthi Swara yaitu purwakanthi yang huruf vokal setiap akhir kata satu dengan kata lain sama di dalam satu baris kalimat.
contoh:
contoh:
a) bluluk (kelapa yang jatuh karena dimakan tupai) yang berasal dari kata bluk
b) cengenges dari kata cenges
c) cekakak dari kata cekak
5. Dwipurwa atau pengulangan suku kata pertama dari tembung lingga nya atau kata dasar.
contoh: gegurit dari kata gurit, lelembut dari kata lembut dan lain sebagainya. Jika kita amati pengulangan tersebut menggunakan vokal e, itu merupakan salah satu ciri tembung dwipurwa.
Purwakanthi
Selain menggunakan imbuhan (ater-ater, seselan, panambang), tembung garba dan tembung dwilingga, agar lebih indah tembang macapat juga menggunakan purwakanthi. Menurut bausastra, purwakanthi merupakan kata-kata yang mempunyai vokal atau huruf sama. Maksud dari purwakanthi itu adalah pengulangan baik pengulangan konsonan vokal maupun huruf agar tembang macapat lebih indah untuk dibaca atau diperdengarkan.
Ada 3 macam purwakanthi yaitu purwakanthi swara, purwakanthi sastra dan purwakanthi lumaksita (bahasa).
a) Purwakanthi Swara yaitu purwakanthi yang huruf vokal setiap akhir kata satu dengan kata lain sama di dalam satu baris kalimat.
contoh:
sinawUng resmining kidUngsInUbA sInUkArtA
b) Purwakanthi Sastra yaitu purwakanthi yang menggunakan konsonan yang hampir sama untuk menulis kata dalam satu baris.
contoh: miNGKaR miNGKuR ing aNGKaRa
c) Purwakanthi Lumaksita (bahasa) yaitu purwakanthi yang menggunakan kata terakhir dalam satu kalimat untuk memulai kalimat berikutnya.
contoh: Bapak saiki wis terkenal. Terkenal ing negara manca.